Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

IDENTITAS NASIONAL

IDENTITAS NASIONAL
  1. PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL 
  2. NASIONALISME
  3. NASIONALISME DI INDONESIA
  4. UNSUR – UNSUR PEMBENTUK IDENTITAS NASIONAL
  5. TURUNAN KONSEP NASIONALISME
1.Pengertian Identitas Nasional
Identity : ciri-ciri, tanda atau jati diri Term antropologi : identitas adalah sifat khas yang menerangkn dan sesuai dgn ksadran diri pribadi, golongn sendri, klompok sndri, atau negra sndri.Nasional mrupakn identitas yg mlkat pd klmpk2 yg lbh bsr yg diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik:keinginan,cita2 dan tujuan. HImpunan ini disebut : IDENTITAS NASIONAL 
2.NASIONALISME
Dasar pembenaran Kemerdekaan yaitu :
  • Negara(State) Bangsa (Nation) melahirkan paham nasionalisme/kebangsaan
  • Bangsa : wadah kesamaan keyakinan dan cita-cita
  • Bangsa : terdiri banyak etnis / suku
Nation : rasa kebangsaan suatu negara senasib sepenanggungan
Negara : Insitusi yang sah berd. hukum internasional
Ernest Renan (Negara Bangsa/ Nation State: sekelompok orang yg merasa bersatu krna kesamaan sejarah, nasib dan penderitaan jga cita2 yang sama sepertihalnya Indonesia.
E. Renan menegaskan unsur dasar (contituting element) : bukan SARA tetapi hasrat untuk bersatu (the desire tobe together). Misalnya Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar pemersatu.NEGARA BANGSA
  • Identitas politik atau kep. bersama dlm sbh wdh.(kyaknan, ras,etnis, agama,bhsa,bdya)
  • Dean A. Minix & Sandra M Hawley :Bangsa yg memiliki bangunan politik (political building) : teritorial, pemerinthn sah, pengakuan LN, dsb.
 NASIONALISME DI INDONESIA
  • Ditandai Lahirnya oleh :
  • Hasil Politik Etis (abad 19-20)
  • Tumbuhnya Paham Nasionalism Budi Utomo 1908Indische Partij 1912, Volksraad 1917Sumpah Pemuda 1928Proklamasi 1945
 3.UNSUR – UNSUR PEMBENTUK IDENTITAS NASIONAL
  • Suku Bangsa: gol sosial (askriptif : asal lhr), gol,umur.
  • Agama : sist. keyakinan dan kepercayaan
  • Kebudayaan: pengthn mnusia sbg pdman nilai,moral, das sein das sollen,dlm khdpn aktual.
  • Bahasa : Bhs Melayu-penghubung (linguafranca)  
4.TURUNAN KONSEP NASIONALISME
A.Negara Bangsa :
B. Warga Negara :
C. Dasar Negara Pancasila
INTEGRASI INTEGRASI SOSIAL : penyatupaduan kelmpk2 masy. yg asalnya brbda mnjdi kelompok bsr. Cth. asimilasi, koordinasi, kerjasama, akomodasi.
PLURALISME KEBUDAYAAN : Pend. Heterogenitas atau ke Bhinekhaan kebudayaan yg brbda, dgn kbdyn suku2 bngsa dan klmpok minoritas.
INTEGRASI NASIONALISME : Penyatupaduan bagian-bagian yg berbeda dari suatu masyarkat mnjdi suatu keseluruhan yg lbh utuh atau memadukan masyarakat kecil mnjdi bangsa.INTEGRASI BANGSA : kmampuan pemerintah yg smkn mningkt utk mnerapkan kekuasaannya (Mahfud MD 1993 : 71)
INTEGRASI NASIONAL SAAT INI Integrasi Societal Struktur
  1. Ekonomi : terpadu baik produksi, distribusi, konsumsi 
  2. Sosial : Berbeda ttpi harmonis 1. daerah pemukiman. 2 lembaga pendidikan 3. tempat pekerjaan 4. perkawinan
  3. Budaya : 1.pada tkt bahsa: Indonesia 2. tkt nilai dan norma terintegrasi (akulturasi)
  4. Politik : kegiatan politik terintegrasi  
Disintegrasi menunjukan ketegangan dan konflik ke empat point diatas. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hak dan Kewajiban

Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia

Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.

A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia
1.      Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2.      Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang laya
3.      Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4.      Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5.      Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6.      Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7.      Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku

B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
1.      Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2.      Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3.      Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4.      Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5.      Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik

            Secara umum Hak WNI meliputi Hak Asasi Manusia (HAM), Hak yang dijamin oleh konstitusi (lihat UUD 1945), dan hak-hak lainnya yang diatur lewat Undang-Undang dan peraturan lainnya. Hak yang tercantum dalam Surat Perjanjian hanya mengikat kepada pihak-pihak yang berjanji.
            Kewajiban WNI pada umumnya adalah konsekuensi dari HAM dan hak-hak lainnya. Selain itu ada 2 kewajiban yang harus dipenuhi oleh WNI, yaitu kewajiban membayar pajak dan kewajiban membela Negara.

Hak Warga dan Kewajiban Negara
Setelah Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru disahkan, media massa memuat kegembiraan perempuan WNI yang menikahi WNA. Undang-Undang Kewarganegaraan (UUK) yang baru memberi mereka peluang untuk memberi kewarganegaraan Indonesia kepada anaknya yang sekaligus tidak menghilangkan kewarganegaraan dari ayahnya sampai usia 18 tahun.
Walaupun masih banyak pihak menyesalkan adanya pembatasan umur dalam kewarganegaraan ganda, namun, menurut saya, hal tersebut patut dihargai karena akan menyelamatkan banyak keluarga dan anak-anak perkawinan campuran. Selain itu, negara mengubah asas patrilineal menjadi parental dalam hal kewarganegaraan dan secara bertahap negara melakukan terobosan dari kekakuan kewarganegaraan tunggal menjadi lebih terbuka. Secara umum UUK berupaya memberi kesempatan sama kepada laki-laki dan perempuan sebagai warga negara meskipun terbatas. Sayangnya, UUK baru masih mencerminkan unsur persatuan hukum dalam keluarga. Hal ini terlihat jelas pada Pasal 26 Ayat (1), di mana pihak perempuan WNI-lah yang harus kehilangan status kewarganegaraan untuk ikut kewarganegaraan suaminya jika negara suaminya menghendaki kewarganegaraan yang sama.
Kathleen Bartlett yang dikutip Brenda Cossman dalam pengantar Teori Hukum Feminis mengemukakan, UU dibuat seolah-olah netral jender, tetapi dalam pelaksanaannya mempunyai dampak berbeda pada laki-laki dan perempuan. Mendekonstruksi netralitas jender ini bisa dilakukan dengan melihat bagaimana hukum beroperasi dan berdampak kepada kehidupan perempuan sehari-hari.

Merugikan perempuan
Begitu pula dengan UUK baru. Pasal 26 dibuat netral dengan mencantumkan Ayat (2) yang menyatakan, laki-laki WNI pun akan kehilangan status WNI-nya jika negara istri menghendaki kewarganegaraan yang sama sehingga UUK terkesan baik-baik saja, nondiskriminatif, adil untuk perempuan dan laki-laki. Namun, pada tingkat praktis UU yang baik-baik saja itu memberi implikasi berbeda pada perempuan WNI yang menikahi WNA. Mayoritas negara di dunia menganut pater est quem nuptiae demonstrant, di mana suami adalah kepala keluarga dan hukum ditentukan pihak laki-laki/suami (Sevenhuijsen, 1992) sehingga dalam perkawinan campuran hampir tidak ada negara yang mengatur kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istrinya. Selain itu, "netralitas" pasal ini juga didukung ketidakpedulian sebagian perempuan kawin campur lainnya yang menganggap pasal itu "bukan masalah saya karena masalah saya hanya sebatas kewarganegaraan anak". Hal ini mengurangi sensitivitas pada pasal tersebut sehingga suara tentang keberatan terhadap Pasal 26 menjadi tidak terdengar. Yang lebih buruk lagi, ketidakpedulian sebagian perempuan ini justru malah semakin membenarkan mitos "netralitas" Pasal 26. 

Subyek yang diatur pada Pasal 26 Ayat (1) mungkin hanya "segelintir" perempuan, yang kebetulan menikah dengan laki-laki WNA dari negara penganut asas ius sanguinis ketat, melakukan reservasi pada Pasal 9 CEDAW. Yaitu, negara yang tidak siap memberi jaminan independensi kewarganegaraan kepada perempuan yang kawin. Justru karena sedikit dan segelintir itulah mereka tidak harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya, tetapi mendapat perlindungan khusus, seperti kewarganegaraan ganda yang terbatas untuk perkawinan ini.

Pembatasan akses
Lebih jauh lagi, apakah UUK yang baru bisa menjamin semua perempuan WNI yang menikahi WNA memiliki akses penuh terhadap hak sebagai warga negara seperti WNI lainnya? UUK Nomor 62 Tahun 1958 yang menganut asas persamaan derajat, di mana pernikahan tidak menghilangkan kewarganegaraan Indonesia seorang perempuan saja melahirkan pembatasan akses perempuan WNI terhadap hak sebagai warga negara hanya karena ada unsur asing dalam keluarga si perempuan tersebut dan kebetulan unsur asing tersebut adalah kepala keluarga. Implikasi paling kentara terhadap akses sebagai warga negara adalah UU Pokok Agraria, di mana perempuan WNI hanya bisa memiliki properti dengan hak pakai. Jika mau dibuat daftar, masih banyak lagi pembatasan hak sipil, politik, sosial, dan ekonomi yang dialami perempuan karena menikahi WNA. Padahal, istri tidak kehilangan status WNI-nya karena menikahi WNA. Ironisnya status hukum istri selalu diikutkan pada status hukum suami. Dengan gejala persatuan hukum dalam keluarga yang tercermin dalam Pasal 26, saya ragu jika UUK yang baru bisa menjamin hak penuh sebagai warga negara pada perempuan WNI. 
Adalah hak asasi setiap orang untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta akses terhadap hak yang melekat pada status tersebut. Negara berkewajiban melindungi warganya untuk tidak kehilangan kewarganegaraan dengan mudah dan menjamin setiap warga mempunyai akses yang sama terhadap sumber daya tanpa memandang status perkawinan mereka. 

Untuk menjamin hak warga dan kewajiban negara dalam status kewarganegaraan beserta hak yang melekat di dalamnya, mungkin dapat dipikirkan untuk mencantumkan pasal khusus tentang hak warga dan kewajiban negara bila UUK kelak diperbaiki. 
http://tjahjadipurwoko.zoomshare.com/8.html 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SISTEM POLITIK/DEMOKRASI DI INDONESIA; DARI MASA KE MASA

Kalau tidak salah hitung, dalamal-Qur-an  Allah Swt. ada  88 kali memanggil orang-orang beriman, dengan ungkapan “ya ayyuhallaziina aamanuu”. Karena ia panggilan penentu segalanya, mengetahui yang tersembunyi (sir) dan transparan (jahr) maka bagi orang-orang yang benar-benar beriman serta merta pasti meresponnya, dalam waktu yang bersamaan membuktikan pikiran, ucapan dan tindakannya sesuai dengan bunyi dan maksud dari panggilan Allah itu. Di antaranya adalah;
“Hai orang-orang yang beriman bertkawalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan (intrspeksi) apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (dalam kehidupan di dunia dan akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. AL-Hasyr ayat 18).

Dalam ayat ini, perintah Allah kepada orang-orang beriman, pertama  bertaqwa kepada Allah, yakni melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhkan larangan-Nya. Kedua, setiap diri diperintahkan untuk melakukan introspeksi, yakni terhadap umur yang telah berlalu, apakah dihabiskan dengan perbuatan-perbuatan yang diridhai Allah (ma’ruf) atau yang dimurkai-Nya (munkar). Dengan konsekwensi pasti yang ma’ruf mendapatkan kebahagiaan, ketenangan di dunia dan akhirat, yang munkar akan mendapatkan malapetaka serta kesengsaraan di dunia dan akhirat. Introspeksi juga terhadap sejarah kejadian atau perilaku manusia masa lalu menyangkut berbagai sisi/aspek kehidupannya, termasuk kehidupan berpolitik/demokrasi. Dan inilah yang menjadi sorotan dan bahasan kita dalam halaqah ini, dengan tujuan politik/demokrasi yang ma’ruf kita pertahankan sementara yang munkar kita tinggalkan. Karena realitanya kita hidup dan tinggal dalam Negara Indonesia,maka sorotan/bahasan kita ini berkaitan dnegan politik/demokrasi di Indonesia.
Sejak merdeka, Indonesia telah mempraktekkan beberapa sistem politik pemerintahan atas nama demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat.
1. Tahun 1945-1959; Demokrasi Parlementer, dengan ciri;
  Dominasi partai politik di DPR
  Kabinet silih berganti dalamwaktu singkat
Demokrasi Parlementer ini berakhir dengan Dekrit Presiden 1959.
2. Tahun 1959-1965; Demokrasi Terpimpin, dengan ciri-ciri:
  Dominasi presiden, yang membubarkan DR hasil Pemilu 1955, menggantikannya dnegan DPR-GR yang diangkat oleh Presiden, juga diangkat presiden seumur hidup oleh anggota parlemen yang diangkat presiden itu.
  Terbatasnya peran partai politik
  Berkembangnya pengaruh komunis
  Munculnya ideologi Nasional, Agama, Komunis (NASAKOM)
  Meluasnya peranan militer sebagai unsur sosial politik
Demokrasi terpimpin berakhir dengan pemberontakan PKI September 1965.
3. Tahun 1965-1998; Demokrasi Pancasila; dengan ciri-ciri:
  Demokrasi berketuhanan
  Demokrasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab
  Demokrasi bagi persatuan Indonesia
  Demokrasi yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  Demokrasi berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kita tidak menafikan betapa indah susunan kata berkaitan dengan Demokrasi Pancasila, tetapi pada tataran praksis sebagaimana yang kita lihat dan rasakan:
• Mengabaikan eksistensi dan peran Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana tidak merasa dikontrol oleh Tuhan. Para pemimpin, terutama presiden tabu untuk dikritik, apalagi dipersalahkan. Ini bermakna menempatkan dirinya dalam posisi Tuhan yang selalu harus dimuliakan dan dilaksanakan segala titahnya serta memegang kekuasaan yang absolut
• Tidak manusiawi, tidak adil dan tidak beradab, dengan fakta eksistensi nyawa, darah, harkat dan martabat manusia lebih rendah dari nilai-nilai kebendaan.
• Tidak ada keadilan hukum, ekonomi, politik dan penegakan HAM.
• Pemilu rutin lima tahuna, tetapi sekedar ritual demokrasi. Dimana dalam prakteknya diberlakukan sistem Kepartaian Hegemonik, yakni pemilu diikuti oleh beberapa partai politik, tetapi yang harus dimenagkan, dengan menempuh berbagai cara,intimidasi, teror, ancaman danuanga, hanya satu partai politik.
Kala itu dikenal politik massa mengambang, yakni eksistensi dan kiprah partai politik hanya sampai di tingkat kabupaten/kota. Tetapi dipihak lain dengan pongah, arogan dan brutal partai hegemonik dihidupkan sampai ke pelosok-pelosok desa.
Periode ini berakhir dengan tumbangnya rezim orde baru di bawah komando jenderal besar Soeharto.
4. Tahun 1998- sekarang, orde reformasi dengan ciri-ciri enam agenda:
• Amandemen UUD 1945
• Penghapusan peran ganda (multifungsi) TNI
• Penegakan supremasi hukum dengan indikator mengadili mantan Presiden Soeharto atas kejahatan politik, ekonomi dan kejahatan atas kemanusiaan.
• Melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya
• Penegakan budaya demokrasi yang anti feodalisme dan kekerasan
• Penolakan sisa-sisa Orde Lama dan Orde Baru dalam pemerintaha
5. Demokrasi Pasca MoU Heksinki
Bagi rakyat Aceh sebagai salah satu pihak yang terikat dengan isi MoU Helsinki harus mewujudkan prilaku politik/berdemokrasi sesuai dengan isi MoU itu, yakni antara lain:
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia (mukaddimah MoU Helsinki alinia 1 dan 2)
Sesegera mungkin tapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun atau paling lambat 18 bulan sejak penandatangan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan DPR (1.2.1. MoU Helsinksi)

Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/ Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota.( Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 20 Tahun 2007)
Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah Undang-Undang baru tentang penyelenggaraan pemerintahan di Aceh untuk memeilik kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada bulan April 2006 serta untuk memilih anggota legislative Aceh pada Tahun 2009 (1.2.3 MoU Helsinki)
Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional, akan dijamin sesuai dengan konstitusi Republik Indonesia

Semua aksi kekerasan antara pihak-pihak akan berakhir selambat-lambatnya pada saat penandatangan Nota Kesepahaman ini (4.1. MoU Helsinki)
-Ghazali Abbas Adan-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HAM Teroris dan Koruptor

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
( by kiranawati

pembahasan tentang HAM diatas akan saya kaitkan dengan peristiwa yang sedang masih menjadi bahaya laten yang mengancam Indonesia.

Isu teroris kembali menghangat akhir-akhir ini. Pemicunya tak lain kasus penyerangan sekelompok bersenjata terhadap Mapolsek. Dugaan sementara, penyerang ini adalah bagian dari kelompok teroris yang melakukan aksi balas dendam karena tertangkapnya teman mereka oleh Densus 88.

Teroris telah menjadi sebuah keyword yang mampu meningkatkan trafik melebihi teknik manapun. Frase teroris jauh melampaui korupsi maupun koruptor. Padahal efeknya sama dahsyatnya, menimbulkan korban yang banyak dan tak berdosa. Tapi kenapa hanya para teroris itu yang mendapat porsi lebih?
Kepolisian dibawah kepemimpinan Jenderal Bambang Hendarso Danuri sangat tahu persis seluk beluk teroris. Saking hebatnya, setiap kasus teroris tak membutuhkan waktu lama untuk mengungkap siapa dalang serta kroninya. Database semua kelompok maupun individu tercatat rapi, pada saat muncul sebuah kasus, tinggal buka arsip jadi deh pelaku serta motifnya.

Asas praduga tak bersalah tidak layak bagi para teroris berbeda jika pelakunya adalah koruptor kelas kakap. Berbagai macam dalih maupun alibi dimana pada akhirnya berbuah keringanan hukuman. Sekali lagi, nasib para “teroris” memang lagi apes. Tak ada namanya hak asasi apalagi ruang pembelaan yang berimbang. Palu sudah diketuk, keputusan harus diterima walaupun pahit.

Kita tentu berharap ada keseimbangan dalam melihat kasus teroris dengan korupsi. Kedua-duanya memiliki efek yang sangat luar biasa. Teroris merampas hak hidup orang lain, koruptor pun demikian. Perbedaan yang paling menonjol adalah teroris banyak yang ditembak mati tetapi koruptor masih harus puas dengan predikat yang disandangnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS