Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Hak dan Kewajiban

Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia

Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.

A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia
1.      Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2.      Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang laya
3.      Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4.      Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5.      Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6.      Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7.      Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku

B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
1.      Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2.      Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3.      Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4.      Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5.      Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik

            Secara umum Hak WNI meliputi Hak Asasi Manusia (HAM), Hak yang dijamin oleh konstitusi (lihat UUD 1945), dan hak-hak lainnya yang diatur lewat Undang-Undang dan peraturan lainnya. Hak yang tercantum dalam Surat Perjanjian hanya mengikat kepada pihak-pihak yang berjanji.
            Kewajiban WNI pada umumnya adalah konsekuensi dari HAM dan hak-hak lainnya. Selain itu ada 2 kewajiban yang harus dipenuhi oleh WNI, yaitu kewajiban membayar pajak dan kewajiban membela Negara.

Hak Warga dan Kewajiban Negara
Setelah Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru disahkan, media massa memuat kegembiraan perempuan WNI yang menikahi WNA. Undang-Undang Kewarganegaraan (UUK) yang baru memberi mereka peluang untuk memberi kewarganegaraan Indonesia kepada anaknya yang sekaligus tidak menghilangkan kewarganegaraan dari ayahnya sampai usia 18 tahun.
Walaupun masih banyak pihak menyesalkan adanya pembatasan umur dalam kewarganegaraan ganda, namun, menurut saya, hal tersebut patut dihargai karena akan menyelamatkan banyak keluarga dan anak-anak perkawinan campuran. Selain itu, negara mengubah asas patrilineal menjadi parental dalam hal kewarganegaraan dan secara bertahap negara melakukan terobosan dari kekakuan kewarganegaraan tunggal menjadi lebih terbuka. Secara umum UUK berupaya memberi kesempatan sama kepada laki-laki dan perempuan sebagai warga negara meskipun terbatas. Sayangnya, UUK baru masih mencerminkan unsur persatuan hukum dalam keluarga. Hal ini terlihat jelas pada Pasal 26 Ayat (1), di mana pihak perempuan WNI-lah yang harus kehilangan status kewarganegaraan untuk ikut kewarganegaraan suaminya jika negara suaminya menghendaki kewarganegaraan yang sama.
Kathleen Bartlett yang dikutip Brenda Cossman dalam pengantar Teori Hukum Feminis mengemukakan, UU dibuat seolah-olah netral jender, tetapi dalam pelaksanaannya mempunyai dampak berbeda pada laki-laki dan perempuan. Mendekonstruksi netralitas jender ini bisa dilakukan dengan melihat bagaimana hukum beroperasi dan berdampak kepada kehidupan perempuan sehari-hari.

Merugikan perempuan
Begitu pula dengan UUK baru. Pasal 26 dibuat netral dengan mencantumkan Ayat (2) yang menyatakan, laki-laki WNI pun akan kehilangan status WNI-nya jika negara istri menghendaki kewarganegaraan yang sama sehingga UUK terkesan baik-baik saja, nondiskriminatif, adil untuk perempuan dan laki-laki. Namun, pada tingkat praktis UU yang baik-baik saja itu memberi implikasi berbeda pada perempuan WNI yang menikahi WNA. Mayoritas negara di dunia menganut pater est quem nuptiae demonstrant, di mana suami adalah kepala keluarga dan hukum ditentukan pihak laki-laki/suami (Sevenhuijsen, 1992) sehingga dalam perkawinan campuran hampir tidak ada negara yang mengatur kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istrinya. Selain itu, "netralitas" pasal ini juga didukung ketidakpedulian sebagian perempuan kawin campur lainnya yang menganggap pasal itu "bukan masalah saya karena masalah saya hanya sebatas kewarganegaraan anak". Hal ini mengurangi sensitivitas pada pasal tersebut sehingga suara tentang keberatan terhadap Pasal 26 menjadi tidak terdengar. Yang lebih buruk lagi, ketidakpedulian sebagian perempuan ini justru malah semakin membenarkan mitos "netralitas" Pasal 26. 

Subyek yang diatur pada Pasal 26 Ayat (1) mungkin hanya "segelintir" perempuan, yang kebetulan menikah dengan laki-laki WNA dari negara penganut asas ius sanguinis ketat, melakukan reservasi pada Pasal 9 CEDAW. Yaitu, negara yang tidak siap memberi jaminan independensi kewarganegaraan kepada perempuan yang kawin. Justru karena sedikit dan segelintir itulah mereka tidak harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya, tetapi mendapat perlindungan khusus, seperti kewarganegaraan ganda yang terbatas untuk perkawinan ini.

Pembatasan akses
Lebih jauh lagi, apakah UUK yang baru bisa menjamin semua perempuan WNI yang menikahi WNA memiliki akses penuh terhadap hak sebagai warga negara seperti WNI lainnya? UUK Nomor 62 Tahun 1958 yang menganut asas persamaan derajat, di mana pernikahan tidak menghilangkan kewarganegaraan Indonesia seorang perempuan saja melahirkan pembatasan akses perempuan WNI terhadap hak sebagai warga negara hanya karena ada unsur asing dalam keluarga si perempuan tersebut dan kebetulan unsur asing tersebut adalah kepala keluarga. Implikasi paling kentara terhadap akses sebagai warga negara adalah UU Pokok Agraria, di mana perempuan WNI hanya bisa memiliki properti dengan hak pakai. Jika mau dibuat daftar, masih banyak lagi pembatasan hak sipil, politik, sosial, dan ekonomi yang dialami perempuan karena menikahi WNA. Padahal, istri tidak kehilangan status WNI-nya karena menikahi WNA. Ironisnya status hukum istri selalu diikutkan pada status hukum suami. Dengan gejala persatuan hukum dalam keluarga yang tercermin dalam Pasal 26, saya ragu jika UUK yang baru bisa menjamin hak penuh sebagai warga negara pada perempuan WNI. 
Adalah hak asasi setiap orang untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta akses terhadap hak yang melekat pada status tersebut. Negara berkewajiban melindungi warganya untuk tidak kehilangan kewarganegaraan dengan mudah dan menjamin setiap warga mempunyai akses yang sama terhadap sumber daya tanpa memandang status perkawinan mereka. 

Untuk menjamin hak warga dan kewajiban negara dalam status kewarganegaraan beserta hak yang melekat di dalamnya, mungkin dapat dipikirkan untuk mencantumkan pasal khusus tentang hak warga dan kewajiban negara bila UUK kelak diperbaiki. 
http://tjahjadipurwoko.zoomshare.com/8.html 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar